Selasa, 04 Oktober 2016

Mendekatkan yang jauh, dan Menjauhkan yang dekat

Bagaimana bisa melewatkan sehari tanpa melihat handphone?
Bisa!
Nyatanya memang bisa walau dengan "di paksa".

....Sebelum tidur rajin nge-cek handphone, bangun tidur pun yang pertama kali di lihat adalah handphone.

Meski harus menerima keadaan karena "di paksa", aku justru merasa lebih peka. Peka terhadap sebuah fakta!

Dulu...,
Anak 90-an, tidak pernah takut melewatkan ketidak update-tan.
Sulit ku percaya, waktu bisa membuat banyak hal sama terlihat berbeda.
Dari sembilan bersaudara, mulai dari dua kakak sampai dua adikku, adalah masa dimana handphone bukan kebutuhan utama. Kami hanya tahu jika ingin banyak teman dan menjadi anak gaul, yah harus membaur.

Anak 90-an, walau belum pandai memposting, kami adalah anak-anak yang tahan banting. Kala mendapat hukuman untuk mempertanggung jawabkan kenakalan, kami tidak perlu mempostingnya untuk sekedar mendapat dukungan.
Keadaan yang kian diperparah dengan sebutan zaman, "Memaha benarkan postingan" dan bukan mencari kebenaran.

Anak 90-an, adalah anak-anak yang lebih suka ber-larian dari pada internet-an.

Ingatkah kalian kawan?
Hampir di setiap sore kita sibuk berlarian mencoba mengerjar lawan dalam sebuah permainan yang kita namakan, "Bentengan". Anak perempuannya hanya aku dan satu lagi temanku, Yati.
Tapi jangan pernah coba remehkan kami. Percaya atau tidak, kami mampu menyamai lari dari anak laki-laki. Dan meski kami anak perempuan, kami tidak pernah mendapat perlakuan "dibedakan". Kami dianggap cukup menakutkan oleh pihak lawan, karena itulah kami selalu di pisahkan.
Kami berdua harus berada di dua kelompok yang berbeda.

Dan kemudian, hanya akan ada satu hal yang bisa menghentikan kita dari permainan.
Sebuah teriakan; "Mandiiiiiiiii, udah soreeee!" teriakan dari salah satu ibu kita (tepatnya lebih sering teriakan dari ibuku)

Para ibu ditahun 90-an pun sering ikut berkumpul. Entah hanya untuk merumpi atau ikut mencurangi.
Si ibu akan memberitahu persembunyian lawan, pada anak atau pada sang kawan. Dan kita, yang merasa dirugikan akan tetap dengan sopan meminta sang ibu diam.
Benar-benar dekat tanpa sekat.


Kini...,
Anak-anak 90-an telah hidup di tengah kemajuan zaman. Membuat aku dan teman-teman melupakan arti sebenarnya dari sebuah KEBERSAMAAN.
Kita terlihat bersama, namun disaat bersamaan kita terpisah. Duduk bersebelahan pun seolah berjauhan, karena handphone lebih sering menjadi perhatian.
Para ibupun seolah tak ingin ketinggalan, mereka menjadi ahli admin dalam banyak group diobrolan.
Bangga pada sebuah tujuan; "Mendekatkan yang Jauh", meski dengan cara "Menjauhkan yang Dekat".
Bukan kemajuan zaman yang salah. Tapi cara kita menikmatinya yang tidak benar.

Memang! aku menyadari hal ini karena "perhatian" ku sedang tidak ada. Dan hal itulah yang kembali membuatku mengerti bahwa; Kebersamaan bukan untuk di Korbankan. Tapi Berkorbanlah demi sebuah Kebersamaan.

Karena itu, aku tidak resah saat handphone bermasalah. Ini bukan pula karena sedang berkilah.
Tapi Percayalah! Sebuah rasa akan kembali bermakna kala sesuatu telah tiada.




Terakhir, terima kasih untuk handphone karena telah mematikan diri. Sehingga aku bisa menajamkan hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JOHAN

JOHAN “Bu besanan yuk!” pinta seorang ibu pada ibuku “Hayyu.” Jawab ibuku segera Aku hanya menjawab dengan senyum termanisku j...